Jakarta,-
Hallo Pabrikers, Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI), Sanny Iskandar, menanggapi isu mengenai investasi asing yang lebih banyak mengalir ke Malaysia. Menurutnya, Indonesia masih memiliki potensi yang cukup besar meskipun saat ini investor asing cenderung berhati-hati karena tahun politik.Hal ini disampaikan Sanny dalam rilis resmi yang diterima meja redaksi jurnakawasan.com sore ini (4/10)
"Kita akan menunggu hingga bulan November, karena saat ini Indonesia tengah menghadapi transisi kepemimpinan nasional yang menempatkan kita di persimpangan transformasi ekonomi," ujar Sanny. Hal ini menyebabkan investor berada dalam posisi "wait and see". Meski begitu, Sanny optimis bahwa setelah pelantikan presiden dan terbentuknya kabinet baru, investasi akan kembali bergerak positif.
Sektor Kawasan Industri, lanjut Sanny, telah menjadi motor penggerak utama perekonomian selama 50 tahun terakhir. Kawasan industri berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif, hilirisasi, peningkatan investasi, penciptaan lapangan kerja, dan membuka peluang usaha di Indonesia.
Tantangan dan Peluang Pengembangan Kawasan Industri
Namun, Sanny juga mengakui bahwa banyak tantangan yang dihadapi sektor ini, seperti dampak perang dagang, perubahan teknologi, dan perlunya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Berdasarkan data Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) April 2024 dari Kementerian Investasi, Provinsi Jawa Barat mencatatkan realisasi investasi tertinggi, yakni Rp64,7 triliun. Jawa Barat juga menjadi pusat industri manufaktur, terutama di sektor otomotif, elektronik, dan data center.
Selain Jawa Barat, Kepulauan Riau juga menunjukkan potensi signifikan dengan pengembangan 18 kawasan industri, yang saat ini mulai berfokus pada bisnis industri hijau dan teknologi tinggi. Data BPS menyebutkan bahwa ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II 2024 tumbuh 4,90%, didorong oleh pertumbuhan industri pengolahan sebesar 5,16%.
Menurut Sanny, saat ini terdapat 117 kawasan industri di Indonesia yang tersebar di 24 provinsi. Kawasan-kawasan ini berperan sebagai agen pemerintah dalam menarik investasi, sekaligus menjadi bagian dari transformasi ekonomi menuju Visi Indonesia Emas 2045.
Penyederhanaan Perizinan dan Infrastruktur
Sanny menyoroti pentingnya penyederhanaan perizinan untuk memperbaiki iklim investasi. Meskipun sistem OSS berbasis Risk Based Approached (RBA) telah diterapkan, masih banyak hambatan dalam penyelesaian perizinan, terutama terkait Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang masih perlu disinkronisasi antara pemerintah pusat dan daerah.
Di sisi lain, infrastruktur dasar juga perlu ditingkatkan, terutama terkait keterbatasan sumber air baku di Jawa Barat yang sangat dibutuhkan oleh sektor industri. Harga gas industri juga masih menjadi masalah, di mana kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) perlu diperluas ke sektor industri lainnya agar lebih kompetitif.
Sanny juga mengutip keputusan Oracle yang lebih memilih Malaysia sebagai tujuan investasi karena kesiapan infrastruktur digital di negara tersebut. Hal ini, menurutnya, harus menjadi pelajaran bagi Indonesia untuk terus membenahi kebijakan dan penyediaan infrastruktur.
Keamanan dan Kepastian Hukum
Aspek keamanan dan ketertiban juga menjadi perhatian, di mana demonstrasi yang dipicu oleh limbah ekonomis di kawasan industri dapat memengaruhi iklim investasi. Sanny menegaskan bahwa diperlukan kebijakan yang mendorong iklim investasi yang lebih atraktif, serta pengembangan sumber daya manusia yang kompeten. Terobosan kebijakan, termasuk insentif fiskal dan non-fiskal, juga penting agar Indonesia tetap menjadi tujuan investasi yang menarik.
Dengan demikian, Sanny berharap pemerintah dan pelaku usaha dapat bekerja sama untuk menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif demi mendorong pertumbuhan ekonomi di masa depan.